My blog has moved!

You should be automatically redirected in 6 seconds. If not, visit
http://winisphere.wordpress.com
and update your bookmarks.

expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

The Mumbling bubles

Monday, October 31, 2011

The Expiration Date

Saya percaya, semua benda di dunia ini punya expiration date tag . Entah itu benda mati maupun benda hidup.  Seperti semua makanan di supermarket yang akan kadaluarsa sampai tanggal tertentu, seperti semua material yang punya fatigue point, seperti semua barang yang pada satu poin akan pecah/patah/rusak/hilang. Fana. Dan kita tak lepas dari semua itu. Kita punya tenggat waktu kita. Bedanya, kita tidak bisa melihat si cap kadaluwarsa kita sendiri. Cuma The Big Guy yang tahu, dan yang men"cap" kan  expiration date tag itu ke setiap diri kita. Mungkin, karena tag yang tidak terlihat itu, terkadang kita lupa bahwa waktu kita terbatas.

Sungguh, saya punya ketakutan sendiri terhadap si expiration date ini. Saya takut akan kematian, saya takut orang orang tercinta saya pergi, dan saya bisa super sedih ketika ada seseorang yang meninggal dunia. Saya bisa menangis tersedu saat burung kecil terluka yang saya temukan di parkiran, mati di genggaman saya. Saya bisa spanneng, morose dan shock mendengar kabar kehilangan. Seperti pagi ini, saat ada berita tentang seorang teman yang kehilangan belahan jiwanya. Teman saya ini, seorang ibu dengan bayi kecil, kehilangan dua orang tercintanya dalam satu tahun berturut turut. Saya bayangkan, mungkin saya tidak akan bisa sekuat dia bila berada di posisinya sekarang. She is a strong, tough fighter that I'll always look up to. That I'll always pray for. Dan bahkan saat saya mengetik postingan ini, tangan saya masih terasa dingin. Saya takut.

Saya takut kehilangan. Saya takut waktu yang saya punya, tidak cukup banyak untuk saya habiskan untuk hidup,mewujudkan mimpi, dan bahagia bersama orang yang saya cintai. Saya takut karena saya tidak bisa melihat  expiration date tag saya. Keterbatasan waktu dan takut akan kehilangan. Sampai si dearie a.k.a pacar tercinta, orang yang saya paling takut kehilangan dia, berkata;

" Kamu mesti siap sama hal-hal kaya gini. Kehilangan, musibah, it happens every time, and it will happen. Sama siapapun. Tanpa kecuali. Semua orang, aku, kamu. Kalau sudah waktunya, nggak ada yang bisa dilakukan. Tapi semua mesti dan akan terus berjalan "

I have to admit he is right again. Ya kalau sudah waktu sudah mencapai hitungan yang sama dengan yang tertera di  expiration date tag kita, tidak ada yang bisa dilakukan oleh manusia. Tapi, saya juga ingat bagaimana pacar terus terusan mensugesti saya untuk tidak terlalu tenggelam pada ketakutan dan kekhawatiran tentang hal hal yang belum terjadi. Karena untuk apa membuang waktu, yang terbatas dan begitu berharga untuk tenggelam pada kenegatifan? Kalaupun memang musibah itu terjadi, so be it. Mau tidak mau, hidup akan terus berjalan. Kita juga mesti terus berjalan. Dan waktu, buat saya, sangat berharga. Karena ia terbatas, karena kita semua memiliki cap kadaluwarsa. Dan dalam keterbatasan itu, dalam keberhargaan itu, saya memutuskan untuk menikmati hidup. Bersama ketakutan dan kekhawatiran saya, dan mencoba untuk berdamai dengan diri saya sendiri. For the no matter how short, or long, remaining time that I have, I am thankful that I  live. That I have my beloved family, and of course, my dearest dearie Marfan, by my side. That I, am trying my best to make the best of my time, and be happy in it. 

Saya jadi ingat, satu satunya saat dimana saya tidak merasa tegang, takut ataupun khawatir ketika peristiwa kematian, adalah ketika Eyang putri saya wafat. Kala itu, saya sedih. Saya baru saja terpilih menjadi delegasi Indonesia untuk sebuah forum internasional. Saya ingin bercerita padanya, memperlihatkan foto foto dan souvenir dari foruum itu, dan masih banyak lagi. Dan ia sudah harus dipanggil Ilahi. Tapi entah kenapa, wajah damai eyang saya seakan berkata, bahwa ia tahu ini adalah saatnya untuk pulang pada Penciptanya. Dan dari semua kerabat dan keluarga besar yang datang, yang mengenangnya dengan doa dan senyuman, saya tahu sesuatu. It felt so peaceful because maybe, she knew, she made the best of her time already. She had raised marvellous family. Her children has been having beautiful life,  beautiful families. She was proud to her children and grand children. She knew she did fine with her remaining time. And when the time set to her expiration date, she was ready to leave. Saya mengantarkan Eyang putri tercinta dari mulai disemayamkan, pengajian, hingga saat ia turunkan ke makam. I saw everything, every details. I was confused because I did feel sad, but didn't feel scared and worried. Justru, sedikit banyak saya merasakan ketenangan. Sedih yang menenangkan. Saya harap, Eyang Putri saya merasakan ketenangan yang sama ketika ia harus pergi.....

No comments:

Post a Comment